DPR Akan Terima Masukan Untuk RUU Pangan
04 Nov 2011 | 09:30 WIBJakarta, 03/11/2011 – Revisi RUU Pangan yang telah diputuskan untuk dibahas di tingkat I pada paripurna DPR, 27 Oktober lalu banyak menuai kritik dan masukan dari kalangan akademisi dan pengamat ekonomi di seluruh Indonesia karena berpotensi pada disintegrasi bangsa dan membuka peluang asing mengacak-acak pangan nasional.
Anggota Komsisi IV DPR, Ma'mur Hasanuddin, yang juga terlibat sebagai anggota panitia kerja RUU Pangan, mempersilahkan kepada kaum akademisi di kampus-kampus dan praktisi pangan untuk terlibat langsung pada penyusunan legislasi nasional dengan membuat draft tandingan revisi RUU Pangan ini.
Ma'mur menyambut baik kritik dan masukan dari akademisi, pengamat ekonomi dan praktisi pangan pada draft RUU pangan yang telah diputuskan menjadi RUU di rapat paripurna. Ini sangat baik untuk perbaikan celah-celah RUU yang masih perlu disempurnakan.
Ma'mur mengakui, bahwa RUU pangan yang akan di bahas ini sangat drastis perubahannya terhadap kebijakan pangan nasional. “Memang perubahan yang sangat drastis pada manajemen pengelolaan pangan nasional pada revisi RUU pangan ini mesti ditinjau ulang. Diperlukan kehati-hatian pada pengelolaan pangan strategis seperti beras dan gula agar tidak terjadi liberalisasi produk pangan yang sekarang masih terkendali oleh pemerintah”, ujar Ma'mur.
Ma'mur juga mengingatkan kepada semua pihak, agar pada masukan RUU Pangan jika memerlukan revisi kembali sebelum di sahkan, agar tidak mengarahkan pengelolaan pangan ditujukan pada lembaga tertentu setingkat badan. Selama ini BULOG sebagai operator utama pada pengelolaan pangan hingga tingkat daerah belum memberikan kinerja yang memuaskan meskipun lembaga ini memiliki infrastruktur yang paling lengkap.
Bahkan Ma'mur sangat menyayangkan ketika ada pernyataan bahwa jika masyarakat Indonesia tidak makan beras, akan menyebabkan perpecahan bangsa karena menganggap bahwa beras sebagai pemersatu bangsa. Karena akibat pernyataan tersebut, akan berakibat semakin mundurnya proses diversifikasi pangan yang berimplikasi pada semakin jauhnya proses kemandirian pangan nasional.
“Yang menjadi pemersatu bangsa itu bahasa, bukan beras”, cetus Ma'mur
Bahkan yang ada, lanjut Ma'mur, justru beras dijadikan komoditi politik dengan berbagai kepentingan mulai dari unsur meraup keuntungan hingga mencari simpati untuk perolehan partisan dan suara.
Agar tidak terjadi polemik yang semakin berkepanjangan terhadap revisi RUU pangan ini, sekali lagi Ma'mur mempersilahkan agar draft tandingan revisi RUU pangan ini untuk di sandingkan dengan RUU pangan yang sudah ada.
“Jika ada draft tandingan, kami akan mempertimbangkan dengan serius untuk di bahas pada rapat-rapat panitia kerja dan tim perumus RUU pangan”, pungkas Ma'mur Hasanuddin.
Penurunan Indeks Pembangunan Manusia, Warning Serius Bagi Pemerintah>
06 Nov 2011 | 18:00 WIB
|
Triwisaksana: PKS DKI Jakarta Sembelih 5000 Hewan Kurban>
06 Nov 2011 | 16:30 WIB
|
PKS Ingatkan Pentingnya Swasembada Beras>
04 Nov 2011 | 18:15 WIB
|
OJK Tidak Memberatkan Nasabah dan Harus Independen>
04 Nov 2011 | 10:35 WIB
|
DPR Akan Terima Masukan Untuk RUU Pangan>
04 Nov 2011 | 09:30 WIB
|