Menggugat Privatisasi Air
19 Sep 2011 | 15:00 WIBJakarta (19/9)– Kekeringan yang melanda di negeri ini yang mengakibatkan gagal panen, kebakaran hutan hingga penyediaan air bersih mengingatkan kembali di sahkan nya undang-undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pada tanggal 18 Maret 2004. Pernyataan ini disampaikan oleh anggota komisi IV DPR Ma'mur Hasanuddin.
Undang-undang inilah, kata Ma'mur, yang memayungi hukum akan terjadinya privatisasi air yang berlaku hingga saat ini. Meski pernah digugat oleh kelompok masyarakat sipil di Indonesia 2,5 bulan setelah undang-undang SDA ini di sahkan atau tepatnya tanggal 9 Juni 2004, namun gugatan uji materil itu gagal di Mahkamah Konstitusi, tambahnya.
Setiap kejadian kekeringan yang mengakibatkan sulitnya air bersih dan berakibat pada meningkatnya konsumsi rumah tangga terhadap pemenuhan kebutuhan air, maka akan ada gugatan kembali terhadap privatisasi air. “UU SDA nomor 7 tahun 2004 merupakan sumber bencana sosial yang legal. Meski bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33, namun UU ini sebagai pelindung diberlakukannya praktek privatisasi air”, tegas Ma'mur.
Semangat di undangkannya UU SDA ini berawal pada ketidak mampuan pemerintah dalam mengelola air di perkotaan secara baik dengan harga terjangkau. Pada tahun 1998, di Jakarta air diserahkan pengelolaannya kepada perusahaan asing Suez Environnment (Perancis) dan Thames Water (Inggris) dimana kerjasama ini berlangsung hingga tahun 2023 atau 25 tahun sejak tahun 1998.
Namun pada kenyataannya dua perusahaan asing ini tidak mampu memberikan kemakmuran rakyat dengan memberikan tarif penyediaan air yang di rasa oleh rakyat terlalu mencekik, kata Ma'mur. “Privatisasi Air ini layak digugat, dimana negara yang menolak konsep ekonomi liberal seperti Bolivia, Venezuela, Filipina dan sebagainya, akan melakukan perlawanan terhadap privatisasi air ini”, tegas Ma'mur.
Jika merujuk pada UUD 1945 pasal 33, sesungguhnya air termasuk komoditas yang mesti dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Apabila swasta mengelola air dengan semangat memakmurkan rakyat, tentu masyarakat tidak akan keberatan jika air dikelola swasta.
Kenyataannya, air di swastanisasi sekitar 30 proyek yang terdapat di kota-kota besar belaka. Ini menunjukkan, swastanisasi ini bertujuan hanya mengeruk keuntungan semata tanpa memperdulikan kepentingan rakyat. “Masyarakat terpencil di pedesaan yang hingga saat ini masih kesulitan air bersih. Kalau mau kelola air, kelola lah wilayah yang sulit air bersih. Jangan hanya ambil untung semata”, cetus Ma'mur.
Privatisasi air ini sangat layak digugat pada amandemen undang-undang sumber daya air. “Kembalikan kedaulatan air pada rakyat. Pengelolaan air yang diproduksi untuk memenuhi hajat hidup masyarakat banyak mesti dikembalikan lagi kepada negara demi kemakmuran”, tutup Ma'mur.
Humas PKS Harus Peka Politik Nasional
29 Jan 2012 | 12 : 23 WIB
|
KPK Harus Ungkap Penyandang Dana Miranda
26 Jan 2012 | 18 : 58 WIB
|
PKS Tolak Kenaikan Harga BBM
26 Jan 2012 | 11 : 45 WIB
|
Mendesak, Penegakan Hukum Lalu Lintas Untuk Efek Jera
25 Jan 2012 | 21 : 25 WIB
|
Pendidikan di Tapal Batas Belum Diperhatikan
25 Jan 2012 | 17 : 58 WIB
|