606
views
         

PKS Kritik Penanganan TKI di Taiwan

11 Nov 2011 | 19:37 WIB

Jakarta (8/11) Meski sering disebut-sebut menjadi salah satu tempat terbaik bagi tenaga kerja Indonesia (TKI)  untuk bekerja, namun masih banyak TKI di Taiwan yang bernasib suram. Kesuraman itu nyatanya justru banyak disebabkan karena buruknya proses rekrutmen di tanah air.

 

Dalam proses rekrutmen misalnya para calon TKI disuguhi berkas-berkas yang harus ditandatangani dengan segera tanpa diberi kesempatan untuk membaca apalagi memahami isinya.

 

Belakangan mereka baru tahu kalau berkas yang dibuat dalam dua bahasa, Mandarin dan Indonesia, dan telah terlanjur ditandatangani itu ternyata berisikan hal-hal yang merugikan mereka secara fisik, finansial dan bahkan spiritual.

 

Isi berkas itu antara lain menyatakan kalau calon TKI bersedia tidak mengambil libur yang sesungguhnya merupakan hak mereka, bersedia menerima upah yang nilainya di bawah ketentuan upah minimum, bersedia dipotong uang makan senilai 2500 NT (setara dengan sekitar 750 ribu rupiah) per bulan bagi pekerja pabrik dan anak buah kapal (ABK) meskipun sesungguhnya makan dan tempat tinggal ditanggung pemberi kerja dan bahkan juga ada pernyataan bersedia untuk mengkonsumsi babi meskipun mereka muslim.

 

Hal ini terungkap dalam dialog antara anggota komisi IX DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah dengan sekitar 100 orang TKI dan mahasiswa di Kantor Dagang & Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, dan saat melakukan kunjungan ke shelter TKI di Taoyuan, Taiwan, hari minggu pekan lalu.

 

“Mereka mengeluhkan bagaimana ketiadaan standar kontrak kerja yang ditetapkan pemerintah Indonesia telah menyebabkan berbagai Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dan Agen Tenaga Kerja mengatur semau-mau mereka perjanjian kerja untuk calon TKI (CTKI),” kata Ledia

 

Lebih lanjut aleg yang juga anggota BURT ini menceritakan kembali keluhan para TKI di Taiwan soal suramnya nasib mereka akibat kesewenangan PPTKIS atau agen yang memberangkatkan mereka.

 

“Selain soal digesa dalam menandatangani perjanjian itu, mereka juga dibebankan macam-macam pungutan biaya dari agen dan harus menerima pemotongan gaji yang nilainya bisa mencapai hampir 50% dari gaji hingga 9 bulan lamanya. Mereka kemudian juga  tidak diperkenankan membawa buku pegangan bagi TKI keluaran BNP2TKI yang diberikan saat Pembekalan Akhir Pemberangkatan. Padahal buku itu berisi hal-hal penting yang harus diketahui CTKI selama menjadi TKI dan nomor-nomor telepon penting termasuk nomor pengaduan bila terjadi masalah,” papar ibu empat anak ini lagi.

 

Sementara soal Kartu Tenaga kerja Luar Negeri (KTKLN) yang disebut-sebut menjadi kartu penting karena berisi sekitar 60 data diri TKI termasuk identitas TKI, nama PPTKIS, pengguna dll nyatanya disebutkan oleh para TKI Taiwan sebagai sekedar kartu data dan tidak begitu bermanfaat.

 

“Sebab KTKLN tidak meliputi  manfaat sebagai kartu asuransi dan tidak bisa terbaca oleh  Council of Labor Affair (Kementrian Tenaga Kerja) Taiwan. Sehingga dalam konteks bantuan perlindungan TKI pun menjadi lebih sulit dilakukan,” lanjut aleg FPKS dari daerah pemilihan Kota Bandung dan Cimahi ini.

 

Karena itulah maka Ledia mendesak pemerintah untuk segera menertibkan PPTKIS bermasalah dan menyediakan standar kontrak kerja. Kalau perlu dengan mencabut izin PPTKIS bermasalah tanpa ragu-ragu. Tetapi tak kalah penting, perwakilan pemerintah di luar negeri seperti KDEI juga harus proaktif melakukan sosialisasi progam perlindungan dan membantu mencarikan penyelesaian masalah TKI di negara penempatan.



BERITA TERBARU LAINNYA

MEDIA PKS