84
views
         

Proyek Listrik 10.000 MW Molor, Kesiapan Indonesia Hadapi FTA Dipertanyakan

24 Oct 2011 | 20:31 WIB

Jakarta (24/10) Tertundanya operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam proyek 10.000 MW menimbulkan tanda tanya besar tentang kesiapan Indonesia menghadapi era perdagangan bebas. Padahal seperti tertulis dalam laporan Bank Dunia tentang indeks kemudahan berusaha, salah satu yang menghambat investasi di Indonesia adalah investor kesulitan mendapatkan aliran listrik. Demikian disampaikan Anggota Komisi VI DPR Ecky Awal Mucharam di Jakarta, Senin (24/10)..

 

“Kita jadi khawatir dengan daya saing industri kita kalau begini, bagaimana mungkin produk industri kita bisa bersaing di pasar bebas kalau listriknya sering padam dan infrastruktur lainnya buruk? Kemudahan mendapatkan listrik di Indonesia itu peringkat 161 dari 183 negara, sangat buruk” kata Ecky.

 

Menurut legislator PKS ini, proyek PLTU 10.000 MW seharusnya selesai pada tahun 2011, namun tertunda hingga tahun 2014. Menurut Ecky yang juga anggota Badan Anggaran DPR RI ini, tertundanya proyek ini selain mengakibatkan terancamnya industri dan dunia usaha dari ketersediaan listrik juga menimbulkan tambahan biaya bagi keuangan negara. Tambahan biaya itu berupa membengkaknya biaya proyek dan kerugian PLN karena harus menggunakan bahan bakar minyak untuk pembangkit listriknya.

 

“Kalau proyek molor tentu biayanya juga membesar, biaya tenaga kerja, biaya bunga dan lain-lain. Apalagi itu uang pinjaman. Selain itu juga PLN yang seharusnya dapat menggunakan batu bara untuk pembangkit listriknya terpaksa masih harus menggunakan BBM yang harganya lebih mahal. Jadi kerugiannya triliunan rupiah dari molornya proyek ini, ini belum menghitung biaya akibat turunnya peringkat daya saing dan kemudahan berinvestasi di Indonesia. Padahal FTA sudah di depan mata,” tutup Ecky.



BERITA TERBARU LAINNYA

MEDIA PKS