169
views
         

Semua Perusahaan Tambang Harus Kooperatif

29 Sep 2011 | 10:00 WIB

Jakarta (28/9) - Anggota Komisi XI DPR RI, Kemal Azis Stamboel mengapresiasi perkembangan proses renegosiasi kontrak pertambangan yang terus dilakukan pemerintah. “Pencapaian saat ini, dengan 65 persen dari seluruh perusahaan pertambangan yang telah menyetujui prinsip-prinsip renegosiasi kontrak adalah perkembangan yang positif. Kita minta semua perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia termasuk Freeport dan Newmont harus kooperatif untuk renegosiasi kontrak. Karena ini amanat Undang-undang, amanat seluruh rakyat Indonesia”, tegasnya di Jakarta, Rabu (28/9)

 

Sebagaimana diketahui, pemerintah terus berupaya merenegosiasi seluruh kontrak karya pertambangan yang mencakup prinsip luas wilayah, divestasi, pengelolaan lingkungan, royalti, dan kewajiban menggunakan jasa dalam negeri sebagaimana diamanatkan UU No. 4 Tahun 2009 tetang Minerba. Bahkan pemerintah juga mengarahkan soal kewajiban alokasi distribusi produk tambang ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). Kontrak karya pertambangan sebelumnya diatur dalam UU No. 1 tahun 1967 dan UU No. 11 Tahun 1967 mengenai pertambangan. Namun, dengan dicabutnya UU tersebut maka seluruh kontrak karya yang ada harus mengikuti UU yang baru tersebut. Saat ini proses renegosiasi kontrak karya antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia berjalan sangat alot.

 

“Jumlah royalti yang diberikan dalam kontrak karya Freeport kepada pemerintah sebesar 1% adalah sangat kecil dan kurang adil. Untuk itu harus dinaikkan agar adil. Dan saya kira dengan kenaikan yang wajar Freeport juga tidak akan rugi.Paling tidak harus mengikuti PP No.45 Tahun2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku, untuk royalti emas sebesar 3,75% dari harga jual kali tonase. Jadi bisa sama-sama mendapat benefit”, tambahnya.

 

Hal ini menurut Kemal sangat logis mengingat dalam laporan keuangan tahun 2010, Freeport menjual 1,2 miliar pounds tembaga dengan harga rata-rata US$ 3,69 per pound, atau dengan kurs Rp9.000 berarti setara dengan Rp39,42 triliun. Kemudian Freeport juga menjual 1,8 juta ounces emas dengan harga rata-rata di 2010 US$ 1.271 per ounce, atau dengan kurs Rp9.000 berarti setara dengan Rp20,59 triliun. Jadi total penjualannya mencapai Rp60,01 triliun. “Kalau hanya 1%, itu kan sangat kecil, padahal cost of production barang tambang terutama emas saat ini sangat rendah dibanding harga penjualan, hanya sekitar 30-60%. Sangat besar sekali proporsi yang dinikmati perusahaan tambang. Dan tren harga komoditas ini kedepan akan terus tinggi”, tambahnya.

 

Hal ini menurutnya dikuatkan oleh fakta bahwa pendapatan negara dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor Pertambangan Umum sangat-sangat rendah, terutama jika dibandingkan dengan PNBP Migas. “Tahun 2010 kita mencatat PNBP sektor pertambangan hanya 9,7 triliun rupiah sedangkan PNBP sektor Migas 151,7 triliun rupiah. Tahun 2011 target PNBP sektor pertambangan menjadi 15,4 triliun rupiah sedangkan PNBP sektor Migas 173,2 triliun rupiah. Hal ini terjadi karena besaran royalti yang kita terima sangat rendah. Fakta ini menunjukkan ada yang salah dengan sistem kontrak karya pertambangan kita sebelumnya. Dan ini harus segera diperbaiki”, jelas Anggota DPR dari Fraksi PKS ini.

 

Namun demikian, Kemal mengingatkan pemerintah untuk tetap berupaya mencapai win-win agreement antara kedua belah pihak dalam renegosiasi. “Yang penting renegosiasi harus benar-benar dilakukan, semua perusahaan tambang harus kooperatif. Negara dan rakyat juga harus diuntungkan, tetapi kepentingan pelaku usaha juga tidak dirugikan” tutupnya.


BERITA TERBARU LAINNYA

MEDIA PKS